Monday, February 21, 2011

Tangisan terakhir kekasih Allah....

Tiba-tiba ada ucapan salam. “Boleh saya masuk?” lelaki itu bertanya. Namun Fatimah tidak mengizinkannya masuk ruangan. “Maaf, ayah saya sedang sakit, “kata Fatimah. Ia  kembali  menutup pintu.
Nabi Muhammad saw. membuka matanya dan bertanya, “Siapa dia, puteriku?”
“Aku tidak tahu ayah. Ini pertama kali aku melihatnya,” kata Fatimah lembut.
“Ketahuilah puteriku, dia adalah orang yang menghapuskan kenikmatan sementara! Dialah yang menceraikan persahabatan di dunia. Dialah  Malaikat Maut,” kata Rasulullah saw.
Fatimah sambil menahan genangan air matanya.
Malaikat maut datang kepadanya, tetapi Rasulullah saw. bertanya mengapa Jibril tidak datang bersamanya.
Kemudian Rasulullah saw. menatap puterinya dengan pandangan nanar dan gelisah, seolah-olah ia tidak ingin kehilangan setiap bahagian dari wajah puterinya.
Kemudian, Jibril dipanggil. Jibril sebenarnya telah bersiap sedia dia langit untuk menyambut ruh Rasulullah  pemimpin Bumi.
“Wahai Jibril, jelaskan kepadaku tentang hak-hakku di hadapan Allah!”, Rasulullah saw. meminta penjelasan dengan suara yang sangat lemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka. Para malaikat sedang menunggu ruh mu. Semua pintu Syurga terbuka luas menunggu mu” jelas Jibril.
Namun, kenyataannya, jawapan itu tidak sedikitpun membuat Rasulullah saw. mersa lega.
Matanya masih penuh kekhuatiran.
“Wahai  kekasih Allah,adakah kamu tidak gembira mendengar khabar ini?” tanya Jibril.
“Ceritakan tentang nasib umatku di masa depan?” tanya Rasulullah saw.
“Jangan khuatir, wahai Rasulullah, saya mendengar Allah berkata:” Aku haramkan Syurga untuk semua orang, sebelum umat Muhammad memasukinya, ” kata Jibril.
Waktu bagi malaikat Izrail melakukan tugasnya semakin dekat dan dekat.
Perlahan-lahan, ruh Rasulullah saw. dicabut.
Tampak tubuh Rasulullah saw. bermandikan peluh, saraf lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakitnya!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam sallalahu mengerang dengan perlahan.
Fatimah memejamkan mata, Ali yang duduk di sampingnya tertunduk dalam dan Jibril pun memalingkan mukanya.
“Apakah aku sedemikian menjijikkan sehingga engkau memalingkan mukamu wahai Jibril?” Rasulullah saw. bertanya.
“Siapa yang dapat tahan melihat Kekasih Allah di ambang sakaratul mautnya?” kata Jibril.
“Bukan untuk berlama-lama,” kemudian Rasulullah saw. mengerang kerana sakit yang tak tertahankan.
Ya Allah betapa sakitnya Sakaratul maut ini. Berikan kepadaku semua rasa sakit, tapi jangan untuk Umatku.
Tubuh Rasulullah saw. mendingin, kaki dan dadanya tidak bergerak lagi.
Dengan berlinang air mata, bibirnya bergetar seakan ingin mengatakan sesuatu.
Ali mendekatkan telinganya ke Rasulullah saw., “Jagalah solat dan jagalah orang-orang lemah di antara kamu.”
Di  ruangan luar, ada tangisan. Para sahabat saling berpelukan. Fatimah menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Sekali lagi, Ali mendekatkan telinganya ke Rasulullah saw. dan dengan mulut yang telah membiru serta air mata berlinang, Rasulullah saw berucap lirih: “Ummatii , Ummatii, Ummatii…” “Umatku, umatku, umatku…